Aku Menyebutnya Obat


Aku menyukai menulis. Entah mulai kapan. Sama seperti dulu aku menyukai musik. Gitar. Dulu aku pandai memainkannya. Namun selepas seragam putih biru (SMP), aku mulai lebih menyukai bermain hati daripada gitar.
Sekarang ini aku masih berusaha mengingat mulai kapan aku menyukai menulis. Sepertinya semua dimulai saat orang tuaku menganggap aku masih kecil. Padahal aku sudah mulai mengenal apa itu pacaran. Aku mulai menulis apapun yang terjadi disebuah buku. Orang tuaku termasuk kaku dalam hal komunikasi. Mereka menganggap kami,dan aku khususnya masih terlalu kecil untuk protes ini itu. Percaya atau tidak, aku mulai terbuka dengan ibuku saat aku kelas 1 SMA.
Aku bukannya tak mempunyai sahabat. Aku hanya orang yang menganggap ada hal-hal yang boleh dibagi dan ada hal yang seharusnya kau simpan sendiri. Dan saat aku merasa mulai “meluber” menulis adalah  pelarianku. Aku menyebutnya obat.
Ini bukan obat satu-satunya yang aku pakai untuk “sembuh”. Obatku yang lainnya adalah doa. Pernahkah kalian berbincang dengan Tuhan? Bukan hanya meminta sesuatu dan menuntut ini itu. Tapi benar-benar bercerita. Sebenarnya dengan sifat Tuhan yang Maha tau pun tanpa bercerita Tuhan sudah pasti tau apa yang terjadi. Tapi Tuhan suka terhadap hambanya yang mendekat dan butuh pada-Nya.
Kebiasaan itu telah lama aku lakukan dan makin sering aku lakukan dewasa ini. Aku masih belum terlalu terbuka dengan orang lain. Dan memang aku lebih suka bercerita kepada Tuhan. Jawaban Tuhan tidak selalu datang saat itu juga, tapi selalu tepat waktu. Tidak pernah terlambat. Dan disini waktunyalah yang berlaku.
Obatku yang lainnya adalah melihat pantai. Aku suka memandang garis batas pantai dengan langit. Menurutku itu seperti memandang jalan hidup. Kita tau, masa depan itu sifatnya misteri. Belum terjadi. Tapi minimal kita harus mempunyai pandangan apa yang ingin kita miliki atau lakukan besok. Laut itu tak terbatas. Mata kitalah yang membatasi. Dan batasnya sampai ke garis putih antara air laut dan langit.
Aku beri tau lagi yang lainnya. Obatku kali ini memiliki dua warna. Dimana warna yang pertama yaitu dapat berkumpul bersama orang-orang yang aku sayang. Dan warna yang kedua adalah memperhatikan orang. Iya, terkadang aku butuh membandingkan diriku untuk bersyukur atau untuk iri. Iri pada orang-orang yang masih bisa tertawa bahkan dikeadaan yang menurutku akupun mungkin tak bisa tertawa seperti mereka. Mereka seperti menikmati tanpa mengeluh.
Jadi bisa aku sebutkan obat apa saja yang aku butuhkan. Yaitu: mengerjakan yang aku suka, mendekatkan diri pada Tuhan, menyatu dengan alam, berkumpul bersama orang yang kita sayang, dan bersyukur Jadi, apa obatmu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar