Semoga sayang kan tetap berada linimasa hari, berbahagia
untuk semburat jingga di pelupuk langit senja. Hey, aku merindumu. Kau tahu
bukan? Tulisan ini ku buat untukmu seperti janjiku pada diri sendiri, setiap
ganjil hari. Biarkan rindu yang menggenapi jeda diantaranya. Aku harap pun tulisan ini menjadi jawaban atas getirmu pada setiap malam.
Hey, berhentilah tertawa jika hatimu yang kudapati sedang
menangis di pojok ruang. Aku mengerti bagaimana kau menutupi pori per pori
kesedihan yang berulang, dengan candaanmu yang menjulang. Tidak banyak yang
bisa ku buktikan, bahwa kaulah satu-satunya. Tetapi,
percayalah. Jika semesta kan selalu berputar pada porosnya, mengikuti hukum
alam. Ikutilah alurnya hingga berporos pada sebuah kita. Percayalah, ada sebuah
kita disana!
Betapa aku mengerti kekhawatiranmu untuk sebuah kita. Meskipun
waktu bukan menjadi pegangan kita, namun waktu pula yang terkadang mengganggu
bahagia yang kita coba rangkai setiap harinya. Betapa kita saling mengerti
bahwa kita telah lama mengenal jauh-jauh hari sebelum hari pertama pertemuan
kita. Menyayangimu, seperti menyayangi orang yang telah lama ku kenal.
Nampaknya semesta mengkontradiksi atas kepercayaan kita untuk sebuah doa-doa;
yang telah lama tak lagi kita percaya. Semesta mempertemukan kita sebagai dua
anak manusia yang (pernah) tak lagi percaya akan cinta. Jawaban untuk setiap
tanya masing-masing diri, ternyata saling mengenapi di senyum masing-masing
bibir. Ah. Bagiku pertemuan kita bukanlah sebuah misteri, ini hanyalah
sebuah suratan takdir di mana cinta memang harus berpulang pada masing-masing
tuan. Dan sebuah kita, adalah rumah bagi masing-masing cinta.
Hey, hapus sudah semua rinai hujan di pinggiran hati.
Hatimu terlalu basah untuk kupijak. Bagaimana aku menari di dalamnya?
Hati-hati yang telah usang, tak mungkin layak untuk kembali
bercinta. Tak usah hiraukan mereka yang datang diantara rintik-rintik hujan
pada parkiran temaram sebuah malam penuh kenangan. mereka telah mati.
Datanglah ke pemakaman; di mana hati-hati yang telah membusuk kukuburkan.
Seperti hukum alam rimba. Siapa yang terkuat, ia lah yang menang. Dan kau tahu
persis, betapa mereka telah lama mati jauh-jauh hari sebelum pertautan cinta
bertakdir atas nama sebuah kita.
Hey, bukankah kita sama-sama kembali pada titik nol?
Titik awal dari sebuah kebahagiaan; yang pernah jauh-jauh kita dustakan.
Seperti seorang bayi yang terlahir suci. Sebuah kita adalah reinkarnasi sebuah
kehidupan sakral yang menjadi penentu masa depan. Sadarkah kau, betapa
langkah kecil yang kita buat sekarang kan berpengaruh besar untuk masa yang
akan datang?
Kau adalah sebuah kini yang ku tanam dengan hati-hati agar
berbuah manis akan sebuah masa depan. Pupuk bernamakan cinta selalu ku tabur
tiap detiknya pada ladang sebuah kita, ku berikan air kehidupan bernama rindu
agar tiada tandus berani menghampirinya. Dan aku percayakan matahari sebagai
Tuhan untuk membiarkan ladang ini bersemi tiap musimnya. Tak perduli musim apa,
bagiku ladangku ladang yang kuat. Tak kan mengenal layu dalam sebuah musim.
Hey, aku bukanlah lelaki yang bodoh mengorbankan sebuah
masa depan untuk sebuah masa lalu; yang kutahu telah lama mati di pemakaman
sebuah desa bernama kenangan. Aku tak kan membiarkan diri terhanyut jika tak
berhilir padamu. Bukan pula lelaki bodoh yang percaya akan sebuah bayang-bayang
maya di belakang, jika nyata kutemukan tepat pada kedua bola matamu. Tepat di
depanku. Aku melihatmu sebagai satu-satunya rumah yang kupercaya, untuk ku
titipkan kebahagiaan pada masing-masing ruang. Dimana aku melihat sebuah kita
pada beranda belakang rumah. Aku percaya, jika perlahan ku isi rumah itu,
menikmati sore di beranda belakang rumah dengan segelas kopi di tangan dan
punggungku di pelukanmu, tak kan lagi sebuah mimpi belaka. Sebuah kita, sebuah
masa depan yang nyata.
Hey, jagalah dirimu baik-baik disana. Bosankah kau
kuperingatkan, untuk menjaga investasi kebahagiaan masa depanku baik-baik? Aku
tak kan pernah bosan mengingatan kau untuk menjaga rumah itu baik-baik. Tak
usah lagi getir jadi buah bibir dalam permainan pikiranmu di halaman depan. Kau
adalah tuan untuk hati yang kupunya. Sebuah masa depan yang nyata. Biarkan kau
dan aku menjadi pondasi yang kuat untuk rumah sebuah kita, di masa depan.
Jangan pernah biarkan hujan membawa masuk kenangan pada sudut-sudut jendela.
Kunci rapat-rapat setiap sela yang mungkin menjadi lorong bagi parasit-parasit
yang mencoba menghancurkan rumah sebuah kita.
Jika ragu masih menghiasi sudut-sudut ruang, tanyalah pada
masing-masing diri, adakah yang lebih nyata dari sebuah kita?
Tertanda,
Lelaki Sore.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar